Tuesday, November 14, 2017

Esterogen

Pada pertentangan antara hati dan otak, hati selalu menang. Ia selalu berhasil membelokkan jalanku. Dari kehidupan nyata menuju omong kosong fatamorgana.

Hati selalu menang. Selalu berhasil membuatku tampak seperti wanita dungu. Memang. Ketika berurusan dengan cinta, aku selalu buta. Dungu.
Aku memilih untuk tidak menggunakan logika.

Dua hal itu, cinta dan logika, tak pernah bisa berjalan beriringan
Setidaknya begitulah dalam hidupku.

Pernah satu kali, aku mengesampingkan cinta dan memilih logika. Berat, susah payah aku meneriakkan kata pisah dan memilih logika.
Dan mulai saat itu aku berada dalam nestapa. Merasa tak bahagia, merindukan cinta.

Merasa di perkosa

Kali ini, walau tak ada lagi pintu terbuka, biarkanlah aku mengintip dari jendela, mengulurkan tangan dari jeruji teralis, berusaha memenangkan cinta diantara semua nyata yang janggal.

Kehidupan dua sisi.
Aku untuk mereka. Dan aku untuk diriku sendiri.

Gila, kata mu.

Berusaha waras, kataku

Sunday, November 5, 2017

Nihil

Pada detik yang sama dengan kehadiranmu, kala itu pula semestaku porak poranda
Nafas tak karuan, perut melilit, kaki berat melangkah, mata tak ingin terbuka. Itu semua baru kekacauan fisik. Belum kusebutkan pula angin ribut di hatiku dan gemuruh di pikiranku,serta berbagai hal lain yang melemahkanku.

Detik itu aku muntahkan semua keluhan, aku ingin kembali ke rengkuhan namun aku tahan.

Bingung.

Mengapa setelah sekian kekacauan kita, aku masih terus ingin memanggil namamu, dengan panggilan sayang itu.

Bingung

Mengapa setelah sekian petir dan badai, aku tetap ingin mencarimu.

Bingung

Mengapa setelah ribuan menit terbuang, aku masih ingin menunggumu.

Apalagi kemudian kutahu ketika aku mulai menunggu, kau akan mulai beranjak pergi ketempat lain.
Untuk lagi-lagi membuatku merasa bodoh dan tak berarti.

Membuatku berada di posisi yang sama dengan nestapa dan nostalgia suram yang sudah ku buang.

Aku tak ingin, lagi-lagi menjadi puan yang ditinggalkan, yang sedih menanti dan terus merasa sendiri.

Aku tak ingin, lagi-lagi terbuai janji dan kata-kata. Aku ingin mencintai dan tahu bahwa cintaku berbalas sapa. Aku ingin bergantung, bukan hanya pada janji dan kata, tapi juga pada nyata.

Pada detik ketika kau kembali, semua yang sudah kugenggam erat, perlahan merenggang. Menyediakan ruang untuk tanganmu berlabuh, mengajakku pulang.

Tapi, kurasa rumah kayu kita sudah lama melapuk, terkena air hujan dan waktu yang terbuang.

Kau memunculkan kekacauan

Sekarang aku lihat kamu dimana-mana

Aku lelah, mendengarkan peperangan hati dan pikiran

Aku, mungkin pula kamu, terbuai dalam indah angan-angan.

Pada detik ketika kau kembali. Waktu terasa berhenti. Aku lupa kau sudah tiada. Aku lupa bahwa semua khayalku saja.

Dan aku lupa, bahwa seharusnya, kau kulepas saja

-----
Karena kepemilikan bukan tanda mencinta. Dan yang abadi milikNya saja. Sampai jumpa di alam Sana, mungkin kelak kita bisa bersama.

Aku dibesarkan oleh para serigala, melihat seleksi alam. Yang kuat yang bertahan. Dan disinilah aku kini, berhasil bertahan. Keinginanku ku...