Kalau aku dihadapkan pada kewajiban ataukah puisi, tentulah
aku memilih puisi. Puisilah yang menarikku dari lubang depresi menuju
kehangatan, tapi juga justru menerpurukkanku lebih dalam di nestapa. Puisi
membangunkanku dari tidur tapi juga membuatku terlelap nyaman
Aku ingin mencintaimu
dengan sederhana. Dengan kata yang tak sempat diucapkan kayu kepada angin yang
menjadikannya abu
Terlebih lagi sapardi, yang mengulaskan senyumku dimalam
ini. Dengan lantunan dua ibu yang suaranya melirih dan mendayu. Membawakan
puisi-puisi sapardi lebih berimaji dalam benakku. Musik dan puisi adalah dua
hal yang menyelamatkanku dengan menghadirkan tangisku.
Sudah berapa lama ini aku merasakan pedih dari luka lama
yang ku kopeki. Gatal. Hanya itu
alasannya. Luka itu terlihat jelas dalam hatiku yang terluka. Ku koreki. Luka lagi. Dan senyumanlah yang
muncul kemudian. Mengapa pedih itu begitu indah. Karena kemudian aku dengan
sangat lihai merekayasa semua rindu dan sepi menjadi sebongkah cerita indah.
Setiap sore kutunggu pria itu datang. Terlebih ketika hujan.
Tapi ia tak pernah ada. Mungkin harus menunggu jasadku menjadi abu sebelum ia akan benar-benar hidup. mungkin aku terlalu banyak bermimpi...
No comments:
Post a Comment