Monday, August 28, 2017

menghayati Sapardi

Kalau aku dihadapkan pada kewajiban ataukah puisi, tentulah aku memilih puisi. Puisilah yang menarikku dari lubang depresi menuju kehangatan, tapi juga justru menerpurukkanku lebih dalam di nestapa. Puisi membangunkanku dari tidur tapi juga membuatku terlelap nyaman

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana. Dengan kata yang tak sempat diucapkan kayu kepada angin yang menjadikannya abu

Terlebih lagi sapardi, yang mengulaskan senyumku dimalam ini. Dengan lantunan dua ibu yang suaranya melirih dan mendayu. Membawakan puisi-puisi sapardi lebih berimaji dalam benakku. Musik dan puisi adalah dua hal yang menyelamatkanku dengan menghadirkan tangisku.

Sudah berapa lama ini aku merasakan pedih dari luka lama yang ku kopeki. Gatal. Hanya itu alasannya. Luka itu terlihat jelas dalam hatiku yang terluka. Ku koreki. Luka lagi. Dan senyumanlah yang muncul kemudian. Mengapa pedih itu begitu indah. Karena kemudian aku dengan sangat lihai merekayasa semua rindu dan sepi menjadi sebongkah cerita indah.

Setiap sore kutunggu pria itu datang. Terlebih ketika hujan. Tapi ia tak pernah ada. Mungkin harus menunggu jasadku menjadi abu sebelum ia akan benar-benar hidup. mungkin aku terlalu banyak bermimpi...

No comments:

Post a Comment

Aku dibesarkan oleh para serigala, melihat seleksi alam. Yang kuat yang bertahan. Dan disinilah aku kini, berhasil bertahan. Keinginanku ku...